Rabu, 28 Oktober 2015

Biological Control Teror atau Suatu Keadilan Untuk Ekologi Tanaman

Pernahkah terlintas dalam pemikiran anda untuk tidak membunuh barang seekorpun hewan dari jenis serangga dan hewan mamalia berukuran besar, atau pernahkah terlintaskan dalam pikiran anda untuk tidak mencabut sehelai rumputpun atau gulma dilingkungan tempat anda tinggal, andai ada seorang manusia yang sanggup berlaku demikian dalam hidupnya dimuka bumi ini, mungkin kami sepakat untuk mengatakannya dialah seorang �pecinta lingkungan tulen�, mulai detik anda membaca artikel ini marilah kita mengamati siapakah manusia yang sanggup untuk tidak melakukan dua hal pada awal paragraph diatas, hehe.
Biological Control Teror atau Suatu Keadilan Untuk Ekologi Tanaman

Oke, Sebelum kita memasuki pembahasan yang lebih mendalam, tiada bosan-bosannya kami untuk menyampaikan bahwa, tujuan kami menuliskan hal-hal saintis seperti ini, adalah untuk memberikan pendekatan pemahaman yang lebih mudah, khusus kepada masyarakat dunia yang tidak �Familiar� dengan istilah-istilah biologi pertanian, Biological control merupakan salah satu pilihan kami pada saat ini untuk disajikan dalam bahasa yang renyah dan mudah dimengerti, agar kita sama-sama memahami situasi dan kondisi pertanian dunia, lebih khususnya di Negara kami Indonesia.

Baiklah, pertanyaan yang kami tuliskan pada awal paragraph diatas merupakan langkah dasar untuk memahami apa yang disebut dalam istilah biologi pertanian dengan nama �Biological control�, karena dalam penjelasannya aslinya banyak istilah-istilah yang cukup memusingkan � terlebih untuk awam � maka lebih tepat kiranya, untuk anda memikirkan pertanyaan pada awal tulisan ini.

Adalah HS. Smith orang pertama yang mempopulerkan istilah biological control pada tahun 1919, meski sebenarnya orang-orang zaman sebelumnya sudah pula melakukan kegiatan tersebut, namun pada abad ke 19 itulah pertama kali ditekuni sebagai suatu bidang kajian ilmu biologi pertanian, untuk mengatasi kesombongan manusia tentang memusnahkan mahluk hidup lainnya, meski pada kenyataannya hal itu tetap juga terjadi hingga detik ini.

Dalam pengertian yang sederhana untuk bidang pertanian biological control adalah mengendalikan lingkungan biologi, dan memanfaatkan lingkungan biologi dalam mensejahterakan tanaman dari berbagai gangguan hama dan penyakit, lingkungan itu bisa saja dari golongan serangga dan tumbuhan, dalam kalimah sederhananya �Mencari tahu siapa musuh serangga hama tersebut, dari golongan serangga juga atau dari golongan tetumbuh�.

Dibawah ini bisa kita simak factor lingkungan yang bisa mempengaruhi serangga hama ;

1. Factor iklim

Berupa iklim makro, dan iklim mikro

2. Factor biotic

Berupa predator, parasitoid, pathogen dan serangga pesaing.

3. Factor makanan

Berupa kualitas dan kuantitsa makanan

4. Factor lainnya

Mengacu pada pertanyaan diawal tadi, maka pertanyaan itu masuk pada factor biotik dan factor makanan, para peneliti biologi pertanian dibidang pengendalian hayati berjuang tanpa kenal lelah untuk mengetahui, hal apa saja yang membuat serangga hama bisa dihambat pertumbuhan populasinya, dari suatu lingkungan tempat usaha pertanaman dilakukan, karena begitu spesifiknya serangga atau tanaman yang bisa disetting untuk bermusuhan dengan serangga hama, sehingganya manusia harus memilah, untuk tidak membunuh dan mencabut tumbuhan sembarangan.

Karena biological control sifatnya memanipulasi dengan memanfaatkan populasi musuh alami, maka dari itu ia dinilai sebagai usaha pengendalian hama penyakit yang adil, meski konsekuansinya manusia tidak dibolehkan membunuh serangga sembarangan dan mencabuti tumbuhan sesuka hati, dan hal ini menurut kami tentunya suatu usaha terpuji dalam bertindak dan memperlakukan serangga �Terdakwa� hama, dalam menciptakan suasana keadilan dilingkungan pertanaman.

Dampak pemakaian kimia dalam mengendalikan hama penyakit tidak baik untuk kesehatan lingkungan, untuk itu kami menyarankan kepada anda pembaca setia kami, untuk berlaku adil dalam bercocok tanam, dari pesatnya penelitian dan perkembangan teknik pengendalian hama penyakit tanaman yang bersifat hayati, semakin memperjelas bukti kepada kita selaku mahluk Manusia, bahwa segala sesuatu yang Diciptakan di alam raya ini memiliki fungsi dan perannya masing-masing, seperti serangga parasitoid dan predator itu.

Sekian ulasan singkat kita pada artikel ini, semoga pertanian anda semakin menyenangkan dan sampai jumpa dipembahasan selanjutnya.

Salam hangat ..

Sabtu, 24 Oktober 2015

MENGENAL PARASITOID PENGENDALI HAMA TANAMAN YANG RAMAH LINGKUNGAN

Tampaknya jenis pengendali hama tanaman yang satu ini tidak cukup populer dikalangan petani, dan penggiat tanaman, bahkan untuk kalangan masyarakat umum istilah parasitoid tidak pula terlalu banyak yang mengenalnya apalagi mengerti �siapa� parasitoid ini, sekilas jika kita simak dari unsur kalimatnya, asalnya dari pengertian �Parasit�, jadi jika kita ingin menterjemahkan arti �parasitoid� secara singkat dan mudah diingat, maka yang harus kita ikut sertakan adalah parasit ,predator (pemangsa) dan parasitoid itu sendiri.

Semenjak kurikulum ilmu biologi diajarkan pada berbagai kelas, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah tinggi, dan pascasarjana, parasit dikenal sebagai sebuah sifat yang lebih berkonotasi negative, �Organisme yang hidup dan mengambil makanan dari organism yang ditempelinya�, dan dalam pemahaman yang lebih umum parasit dan benalu hampir memiliki kriteria yang mirip, hanya saja benalu lebih kepada tumbuhan, sedangkan parasit lebih kepada organisme hidup. Sementara itu istilah parasitoid lebih berkembang pada metode pengendalian secara hayati.

Parasitoid dalam pemahaman ilmu Biologi, diterjemahkan sebagai mahluk yang pola hidupnya berada diantara parasit dan predator, beberapa bagian dari fase metamerfosisnya menjadikan dirinya sebagai pemangsa, sebagai contoh serangga penyengat, fase larva dari serangga penyengat ini hidup dalam seekor inang dan inang itu dimangsanya sampai hancur.

Meski berbagai disiplin ilmu Mikrobiologi mengenal istilah parasitoid, namun tidak semua bidang studi ilmu tersebut mampu mengkaji lebih komplek pemanfaatan sifat parasitoid, misalnya dibidang kedokteran, serangga vector penyakit tanaman, dan lain sebagainya.

PARASITOID DALAM DISIPLIN ILMU PERTANIAN.

Serangga parasitoid lebih populer dalam kajian ilmu pertanian, hal ini serangkai dengan konsep pengenalan �Cara pengendalian hama secara hayati�, sebagai induk dari metode pertanian organic, berbagai kajian ilmiah telah memberikan hasil yang negative terhadap penggunaan bahan kimia dalam pengendalian hama tanaman, baik hasil terhadap lingkungan, nilai kandungan gizi tanaman, dan dampak immun serangga hama yang tercipta akibat penggunaan bahan kimia.

Khusus dalam bidang pertanian sesungguhnya parasitoid sudah dikenal oleh orang-orang dari zaman dahulu, dan pada tahun 1919 HS. Smith mempopulerkannya dengan istilah �Biological control� atau dengan istilah lain mengendalikan serangga hama dengan memanfaatkan serangga lain yang bukan hama, petani-petani China sudah dari dulu memanfaatkan semut rangrang (Oecophylla samaragdina) untuk mengendalikan hama pada tanaman jeruk seperti Tessaratoma papilosa dari ordo Hemiptera.

Dalam kajian ilmu pengendalian hayati yang lebih mendalam lagi, parasitoid tidak hanya membahas tentang serangga hama yang dikendalikan oleh serangga lain, namun dibidang mikroskopisnya juga turut dikembangkan jamur, bakteri, nematoda dan virus begitu pula untuk hewan-hewan yang hidup di air seperti ikan yang bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit.

PARASITOID DALAM PERTANIAN TERAPAN

Oke Sebaiknya kita tinggalkan sejenak pandangan parasitoid di dunia akademisi kampus, pada keadaan nyata dunia pertanian masyarakat Indonesia, parasitoid menjadi tidak terkenal akibat berbagai persoalan, salah satunya karena tujuan dari pertanian adalah untuk mendapatkan hasil panen sebanyak-banyaknya dengan modal sekecil-kecilnya (agak mirip dengan teori ekonomi classic Adam Smith), hal itu semakin didukung dengan pengembangan teknologi pestisida dan memasarkannya dalam jumlah yang banyak meski harganya mahal.

Kelompok-kelompok tani di Kabupaten Luwu pada umumnya samar-samar mengenal kalimat Parasitoid, namun hampir tidak mengenal bagaimana bentuk serangganya, dan bagaimana pula unsurnya jika parasitoidnya berasal dari jenis bakteri, jamur, virus dan nematoda, rupanya saja tidak diketahui apalagi menerapkannya dalam aplikasi pertanaman.

Sehingga untuk sementara bisa kita simpulkan upaya pengendalian hama pertanaman dengan parasitoid, pada umumnya terjadi di laboratorium dan pada usaha pertanian dalam skala modal besar, untuk pertanian skala miskin kebawah belum terlalui signifikan kedengarannya.

Karena berbagai rintangan yang ditemui untuk mengembangkan parasitoid ini, beberapa hal patut kita acungkan jempol, seperti pengembangan parasitoid dari jenis bakteri, virus, nematoda dan jamur, dimana untuk jenis ini sudah dikomersilkan dalam bentuk �INSEKTISIDA�, jadi jika anda menemukan merek produk pengendalian serangga dengan tulisan Insektisida maka itu berasal dari parasitoid golongan mikroskopis, namun anda juga perlu hati-hati karena produk seperti itu juga mudah sekali dipalsukan.

JENIS-JENIS SERANGGA PARASITOID

Bagi pembaca yang terbetik hati ingin mengetahui rupa dari serangga-serangga, hewan-hewan dan mahluk mikroskopis parasitoid bisa disimak pada keterangan dibawah ini.

1. Serangga parasitoid dari ordo Hymenoptera

2. Serangga parasitoid dari ordo Diptera

3. Parasitoid dari kelompok ikan Gambusia Affinis, untuk mengendalikan larva nyamuk

4. Parasitoid dari golongan nematoda seperti nematode Steinernema SP

5. Parasitoid dari kelompok burung, burung Mynah (Acridotheres tristis), burung ini dimanfaatkan untuk mengendalikan belalang kembara merah

6. Dan masih banyak jenis mahluk lainnya.

Nah, bagaimana pemirsa hebat bukan ternyata parasitoid ini, jika kita mengendalikan tanaman dengan cara ini bisa dipastikan keadaan lingkungan kita akan semakin ramah, sampai jumpa pada pembahasan selanjutnya.








Sumber Foto * Dokumentasi foto fakultas pertanian Universitas Andalas (www.faperta.unand.ac.id)

Kamis, 22 Oktober 2015

Metode Pengendalian Tikus dengan Kultur Teknis

Di dalam pengendalian hama tikus ada beberapa metode yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pengendalian kultur teknis. Prinsip dasar dari metode ini adalah dengan membuat lingkungan yang tidak menguntungkan atau tidak mendukung bagi kehidupan dan perkembangan populasi hama tikus. Pengendalian ini terbgai dalam beberapa cara, yaitu:

1. Pengaturan pola tanam
Cara ini hanya berlaku untuk tanaman semusim, dengan tujuan untuk membatasi ketersediaan makanan yang sesuai bagi reproduksi tikus. Misalnya, pola tanam padi yang dapat dilakukan untuk penanaman tiga kali dalam jangka waktu satu tahun adalah:
padi-padi-palawija,
padi-palawija-padi,
padi-palawija-palawija.

Hal ini didasarkan pada pola reproduksi tikus yang biasanya meningkat pada akhir musim tanam padi sehingga perlu diselingi dengan tanaman palawija. Nutrisi palawija kurang cocok bagi metabolisme tikus dibandingkan dengan nutrisi padi sehingga populasi tikus di areal pertanaman akan menurun. Jenis palawija yang dapat ditanam adalah jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, atau dapat juga dengan menanam hortikultura sayuran yang berumur pendek.

2. Pengaturan waktu tanam
Pengaturan waktu tanam adalah menanam secara serempak jenis komoditas dan varietas yang sama dalam areal yang cukup luas (minimal 10 ha). Tujuannya adalah untuk menyebar kerusakan yang diakibatkan oleh tikus pada hamparan tersebut atau dengan kata lain kerusakan oleh tikus tidak terpusat pada satu petakan saja. 

3. Pengaturan jarak tanam
Yaitu mengatur jarak tanam lebih lebar dari biasanya dengan tujuan agar tercipta lingkungan yang lebih terbuka yang kurang disukai oleh tikus atau menghambat pergerakan tikus.

4. Penggunaan tanaman perangkap (trap crop)
Metode ini sebenarnya merupakan perpaduan antara metode pengendalian secara kultur teknis dengan pengendalian secara mekanis. Pada areal yang sempit, yang berada di tengah-tengah pertanaman yang luas, ditanami terlebih dahulu dengan tanaman yang disukai oleh tikus, misalnya padi. Selanjutnya pada sisa lahan yang luas di sekitarnya ditanami komoditas yang diinginkan, atau dapat juga tanaman padi. Pada saat tanaman padi yang berada di tengah pertanaman memasukii fase generatif, tikus akan berkumpul di areal tersebut, pada saat itulah dapat dilakukan perburuan atau gropyokan.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengendalian kultur teknis ini adalah:
1. Tidak memerlukan waktu khusus untuk pengendalian karena dapat dilaksanakan bersama-sama dengan tindakan budidaya tanaman.
2. Menumbuhkan sifat gotong royong bagi masyarakat tani di dalam merencanakan suatu penanaman komoditas tanaman pangan.
3. Sistem ini efisien dalam hal biaya dan waktu.

Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah:
1. Hasilnya tidak dapat dipastikan karena banyak faktor luar yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengendalian ini.
2.  Memerlukan perencanaan yang sangat matang sehingga kesalahan di dalam perencanaan dapat mengakibatkan kegagalan.

menanam-tanaman
(Sumber foto: naturalnusantara.org)

Sabtu, 03 Oktober 2015

Cara Membuat Kayu Lapuk Menjadi Pupuk Organik


Cara Membuat Kayu Lapuk Menjadi Pupuk Organik

Memanfaatkan alam guna melepas ketergantungan dari pupuk berbahan kimia memang sedikit rumit, banyak alasan yang tidak mendukung untuk bertani dengan konsep memanfaatkan alam, salah satu diantaranya adalah karena bertanam dengan proses Instan, oleh karena itu bertani dengan memanfaatkan alam menjadi tidak popular dikalangan petani, padahal lebih banyak manfaat yang bisa kita dapati manakala bertani dengan cara memanfaatkan sumber daya alam sekitar.

Pada beberapa artikel terdahulu juga sudah banyak kita membahas tentang pemanfaatan alam dalam berbudidaya pertanian, seperti memanfaatkan sisa limbah rumah tangga, membuat KCL dari teknik yang Paling sederhana, membuat perangkap untuk serangga. Salah satu yang InsyaAllah kita bahas kali ini adalah tentang pemanfaatan pelapukan tanaman untuk tanaman itu sendiri yaitu kayu lapuk.

Kayu lapuk biasanya menjadi sampah pembakaran saja, padahal kayu lapuk ini bisa dimanfaatkan untuk bahan pupuk alami tanaman, karena didalam kayu lapuk terdapat unsure organic yang sangat besar manfaatnya bagi perkembangan nutrisi tanah, jika selama ini kebanyakan kayu lapuk hanya dijadikan sebagai bahan dasar bangunan, maka tidak ada salahnya anda mencoba memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman.

Didalam disiplin ilmu bumi, Para ahli ilmu bumi berpendapat bahwa unsure nitrogen di bumi ini tidak pernah berlebih dan berkurang, semenjak bumi di bentangkan unsure nitrogennya selalu berjumlah sama sampai detik ini, karena itu salah satu yang kita manfaatkan dari kayu lapuk untuk pertumbuhan tanaman adalah dengan mengambil unsure nitrogen yang terkandung didalam kayu lapuk tersebut.

Unsur kimia pada kayu lapuk yang bermanfaat bagi tanaman

Pada sebatang kayu lapuk biasanya terdapat kandungan nitrogen sebanyak 0,04% sampai 0,10 %, hydrogen sebanyak 6%, abu sebanyak 0,20 sampai 0,50, hemiselulosa sebanyak 15 sampai 25 %, semua kandungan kimia kayu tersebut, baik untuk dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.

Cara pemanfaatan kayu lapuk untuk pupuk tanah dan tanaman.

Untuk menjadikan kayu lapuk sebagai pupuk tanah, ada beberapa tahapan yang perlu kita lakukan.

1. Kayu lapuk dicincang halus.

2. Siapkan tanah jenis alfisol, tujuannya untuk sebagai perekat pada tanah yang akan kita jadikan pupuk, kenapa tanah alfisol karena jenis tanah ini tidak banyak mengandung unsure liat.

3. Setelah tanah dicincang halus, campurkan dengan tanah alfisol, kemudian endapkan didalam karung.

4. Setelah tanah diendapkan siapkan air kelapa (satu buah kelapa) atau air sisa pencucian beras, sebaiknya kedua jenis air tadi dicampurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

5. Air kelapa yang sudah dicampur dengan air bekas cucian beras, disiramkan kedalam campuran kayu lapuk dengan tanah alfisol, sebaiknya campuran kayu lapuk dan tanah tersebut diendapkan selama lebih kurang satu bulan, semakin lama diendapkan akan semakin bagus hasilnya.

Pemberian campuran air kelapa dan air bekas cucian beras pada endapan kayu lapuk, bisa dilakukan setiap hari, selama satu atau dua bulan masa endapan, kegiatan pengendapan ini kayu lapuk dan tanah ini bermaksud untuk mengurai senyawa-senyawa selulosan, lignin, dan hydrogen menjadi senyawa organic yang baik untuk tanah dan tanaman.
Kegiatan pembuatan pupuk dari kayu lapuk diatas sudah saya lakukan, dan dipergunakan untuk bahan dasar tanah pada tanaman cabai polibeg, hingga pengalaman ini saya tulis pertanaman cabai saya tumbuh dengan subur dan sehat, juga tahan terhadap penyakit virus yang disebabkan oleh serangga vector Bemicia Tabacci (kutu kebul).

Selain bagus untuk pupuk tanaman palawija dan hortikultura, pupuk alami dari kayu lapuk ini juga bagus digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman bunga, silahkan dicoba.

*sumber : 

- Wikipedia
- www.academia.edu � �Summary the material of wood�, uploaded by � S.Lumonon
- foto : member of kompas musafir group.